Entri Populer

Sabtu, 26 Maret 2011

SABULAN...........

SABULAN



Gunung Pusuk Buhit yang terletak di Kabupaten
Samosir yang diyakini sebagai daerah asal muasal
kediaman suku batak. (foto: Erlin Hasibuan ).

SABULAN adalah salah satu nama perladangan desa yang berada di wilayah Kecamatan Sianjur Mula-mula Kabupaten Samosir saat ini, konon menurut cerita atau turi – turian bahwa daerah Sabulan adalah tempat tinggal Sariburaja bersama Siboru Pareme setelah mereka diusir dari kampungnya.
Pada suatu hari turunlah “ Mulajadi Nabolon ( Allah Yang Maha Besar ) menampakkan diri dengan Guru Tateabulan ( putra Siraja Batak yang pertama ) di desa Sianjur Mula – mula untuk meminta agar anaknya yang kedua bernama Sariburaja agar dapat di persembahkan ( diseat / dipotong ) kepada Mulajadi Nabolon. Dengan adanya permintaan itu maka Guru Tateabulan tidak dapat menolaknya.
Ternyata pembicaraan itu didengar oleh Siraja Biak-biak ( putra Guru Tateabulan yang pertama ) sehingga ia sangat ketakutan dan memberitahukan hal itu kepada ibundanya dan berkata “ o, inang ( o, ibu ), saya mendengar pembicaraan damang ( ayah ) dengan Ompunta Mulajadi Nabolon ( Tuhan Yang Maha Besar ) bahwa Sariburaja mau di seat ( dipersembahkan ), tapi menurut saya, sayalah yang mau di persembahkan, karena sayalah yang cacat anak ayah, namun walaupun saya cacat, sayalah anak ibu yang paling besar ( sipultak baju – bajum ) “ ujar Siraja Biak – biak kepada ibunya memohon perlindungan.
Mendengar perkataan anaknya itu, sang ibu pun merasa kasihan melihat anaknya dan ia pun menyuruh suaminya Guru Tateabulan untuk menyembunyikan anaknya Siraja Biak – biak ke Gunung Pusuk Buhit.
Setelah tiba waktu yang telah ditentukan, Guru Tateabulan bersama istrinya hendak melaksanakan permintaan Mulajadi Nabolon untuk mempersembahkan anaknya Sariburaja, namun secara tiba – tiba berbicaralah Mulajadi Nabolon dengan mengatakan :” siapa yang mau menjadi Sariburaja keluarlah dari persembunyiannya “ ujarnya, dengan tiba – tiba melompatlah Sariburaja dan duduk bersila di dekat Mulajadi Nabolon, dan ternyata Sariburaja telah bertambah ganteng dan bertambah cantik ( nungnga songon garaga ibana songon garugu, na sada songon na pitu pulu ).
Berangkatlah Mulajadi Nabolon ke banua ginjang ( benua atas ) melalui Pusuk Buhit, namun dalam perjalanan bertemu dengan Siraja Biak – biak, dan bertanya kepadanya, siapa yang membawa engkau kemari “, ujar Mulajadi Nabolon. Saya sangat takut mendengar pembicaraan Mulajadi Nabolon dengan ayah Guru Tateabulan karena meminta Sariburaja untuk di persembahkan ( di seat ), karena menurut saya, sayalah yang akan di persembahkan, sehingga saya meminta kepada ibunda agar saya diantarkan ayahanda ke sini, “ ujar Siraja Biak – biak dengan ketakutan.
Kalau begitu, maukah engkau saya jadikan ( tompaonku ) agar sujut padamu keturunan dari adekmu laki – laki ( anggim ) dan adekmu perempuan ( ibotom ),” ujar Mulajdi Nabolon kepada Siraja Biak – biak.
Sehingga Mulajadi Nabolon memberkati Siraja Biak – biak di Pusuk Buhit menjadi manusia sempurna, dan diberi punya sayap, dijadikanlah namanya menjadi Raja Uti, Raja na sora mate, Raja na sora matua ( raja yang tidak pernah meninggal, raja yang tidak pernah menjadi tua ), dan akhirnya di terbangkan Mulajdi Nabolon lah Raja Uti sampai ke daerah Aceh.

SARIBURAJA DAN SIBORU PAREME
Setelah bertahun – tahun lamanya Siraja Biak – biak ( Raja Uti ) tidak pernah kelihatan lagi dan bagi keluarganya tidak ada yang mengetahui kemana perginya Siraja Biak – biak, sehingga Sariburaja merasa bahwa ialah yang menjadi raja dan akan berbuat sesuka hatinya kepada saudara – saudaranya.
Pada suatu hari, berangkatlah Sariburaja untuk mengerjakan sawah orang tuanya di ikuti oleh Siboru Pareme adeknya sambil membawa nasi sebagai bekal untuk makan siang mereka. Namun Siboru Pareme tidak ikut bekerja ke sawah, ia hanya bermain – main sambil bernyanyi – nyanyi di pondok dekat sawah mereka, konon menurut cerita bahwa kelahiran Sariburaja dan Siboru Pareme adalah kembar ( marporhas dalam masyarakat suku batak ) membuat hubungan mereka berdua sangat intim sehingga mereka sering lupa akan abang beradek ( maritboto ) membuat mereka melakukan hubungan suami istri, yang pada akhirnya Siboru Pareme menjadi hamil.
Sebenarnya hal ini dapat dipahami, karena saat itu tidak ada seorang laki – laki dari klen lain selain dari klen Siraja Batak di kampung mereka, oleh karena itu tidak ada pilihan lain, lalu Siboru Pareme terangsang untuk menggoda abangnya Sariburaja atau mungkin ini sudah menjadi kehendak Mulajadi Nabolon saat itu,
Akibat perbuatan Sariburaja dan Siboru Pareme yang telah memalukan kelurga mereka, maka orang tuanya dan ke tiga orang adeknya ( Limbong Mulana, Sagala Raja dan Malau Raja ) bersepakat untuk membunuh Sariburaja dan membuang Siboru Pareme ke dalam hutan belantara di daerah Sabulan ( di kaki gunung Pusuk Buhit ) karena mereka tidak tega membunuh Siboru Pareme.
Namun Siboru Pareme mengetahui rencana orang tuanya dan adik – adiknya ( ibotonya ) itu, sehingga ia memberitahukan hal ini ke Sariburaja, sehingga Sariburaja sangat ketakutan dan pergi melarikan diri ke daerah hutan Parik Sabungan, sebelum Sariburaja pergi ternyata ia berkesempatan untuk mencuri barang – barang pusaka orang tuanya seperti emas, ogung ( gendang ) dan cincin bernama cincin sipajadi – jadi dan disembunyikannya ke salah satu batu yang telah terbentuk seperti ember dengan memakai tutup dari atas, batu inilah yang dinamai “ Batuhobon “ sekarang yang berada di daerah Sibungbung rumah desa Limbong Kabupaten Samosir. Namun sebelum Sariburaja pergi meninggalkan keluarganya, iapun berpesan kepada Siboru Pareme agar membawa sobuaon ( abu bekas pembakaran ) satu bakul ( tandok ) apabila Siboru Pareme jadi diusir dari kampung mereka. Adapun maksudnya adalah apabila Siboru Pareme hendak mau pergi agar menjatuhkan sobuon tadi sedikit demi sedikit di jalan yang mereka lalui, agar Sariburaja tau arah tujuan tempat pembuangan Siboru Pareme.
Pada akhirnya Siboru Pareme diantarkanlah ke hutan belantara sejauh tujuh hari dalam perjalanan dari Sinjur Mula-mula dan dibawa pada malam hari dengan maksud agar Siboru Pareme tidak mengetahui jalan pulang kembali. Dan setelah mereka sampai di tempat tujuan dibuatlah gubuk kecil sebagai tempat tinggal Siboru Pareme, ditinggalkanlah Siboru Pareme di gubuk itu, lalu merekapun pulang ke Sianjur Mula-mula, sebelum Limbong Mulana, Sagala Raja dan Malau Raja kembali, mereka pun membuat suatu perjanjian / sumpah (marbulan ) agar jangan ada diantara mereka yang akan memberitahukan dimana tempat tinggal Siboru Pareme berada. Sehingga sampai saat ini tempat tersebut mereka sebut dengan negeri “ SABULAN “.( Erlin Hasibuan/dari berbagai sumber ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar